Bandung (ANTARA News) - PT Dirgantara Indonesia (Persero), akrab disebut ringkas PTDI, adalah salah satu industri kedirgantaraan terkemuka Asia yang berpengalaman dan berkompetensi dalam rancang bangun, pengembangan, dan manufaktur pesawat terbang.
Agustus ini PTDI memasuki usia 36 tahun. Usia yang seharusnya membuat satu perusahaan sukses.
Namun karena sejumlah faktor, diantaranya krisis moneter 1997-2000, PTDI harus menjalani keadaan jatuh bangun. Bukan hal mudah mempertahankan keberadaan sebuah perusahaan, apalagi perusahaan kedirgantaraan.
PTDI resmi berdiri pada 23 Agustus 1976, namun aktivitas pembuatan pesawat terbang telah berlangsung setahun setelah Indonesia merdeka, ditandai dengan tdibentuknya Biro Rencana dan Konstruksi Pesawat pada Tentara Republik Indonesia (TRI) tahun 1946.
Semula berkedudukan di Madiun, aktivitas itu kemudiann dipusatkan di Bandung. Lalu, pada 1953, mendapat wadah baru bernama Seksi Percobaan. Empat tahun kemudian menjadi Sub-Depot Penyelidikan, Percobaan dan Pembuatan Pesawat Terbang.
Pada 1960, ditingkatkan menjadi Lembaga Persiapan Industri Penerbangan (LAPIP). Lima tahuh setelah itu berubah menjadi Komando Pelaksana Industri Pesawat Terbang (KOPELAPIP).
Pada 1966 KOPELAPIP digabungkan dengan PN Industri Pesawat Terbang Berdikari menjadi Lembaga Industri Penerbangan Nurtanio (LIPNUR) dengan produk yang dihasilkan antara lain pesawat Sikumbang, Belalang 85/90, Kunang, Super Kunang, Gelatik / PZL-Wilga (lisensi dari Ceko–Polandia).
Advertisement | lanjutan artikel di bawahnya
Tahun 1975, PT Pertamina membentuk Divisi Advanced Technology dan Teknologi Penerbangan (ATTP) untuk menyiapkan infrastruktur bagi industri kedirgantaraan Indonesia.
Berdasarkan Akte Notaris No.15 tanggal 24 April 1976, berdirilah PT Industri Pesawat Terbang Nurtanio yang dipimpin Prof. Dr. Ing. B.J.Habibie dengan menggunakan aset gabungan LIPNUR dan ATTP, berupa dua hanggar, beberapa mesin konvensional dan sekitar 500 karyawan.
Program utamanya memproduksi Helikopter NB)-105 (lisensi MBB) dan NC212(lisensi CASA Spanyol).
Perusahaan ini resmi didirikan pada 23 Agustus 1976 oleh Presiden Republik Indonesia.
Tiga tahun kemudian, bersama-sama CASA Spanyol, perusahaan ini merancang pesawat baru CN235 yang kini dioperasikan banyak negara di dunia, termasuk jenis pesawat serba bisa tidak mengenal tua yang mampu berperan pada segala zaman seperti C-130 buatan Lockheed, Amerika Serikat.
Pada April 1986, melalui Keputusan Presiden (Kepres) no.15/1986 dan Rapat Umum Pemegang Saham, nama PT. Industri Pesawat Terbang Nurtanio diganti menjadi PT Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN).
Pada priode ini, IPTN secara mandiri telah berhasil membuat rancang bangun pesawat terbang N-250.
Didesak perubahan lingkungan eksternal, perusahaan mereorientasi bisnisnya dengan diantaranya mengubah nama menjadi PT Dirgantara Indonesia (PTDI).
Nama baru ini diresmikan oleh Presiden Republik Indonesia pada 24 Agustus 2000.
Dengan visi perusahaan menjadi perusahaan kelas dunia dalam industri dirgantara berbasis teknologi tinggi dan mampu bersaing di pasar global mengandalkan keunggulan biaya, PTDI membangun bisnisnya dalam beberapa penggolongan pekerjaan, Aircraft Integration, Aerostructure, Aircraft Services, Teknologi dan Pengembangan,
Pengakuan di tengah keprihatinan
Kemampuan dan keberhasilan PTDI dalam menguasai teknologi yang diterapkan dalam bidang desians, manufaktur, jaminan kualitas, dukungan produk, pemeliharaan dan overhaul pesawat terbang, membuat PTDI memperoleh berbagai sertifikasi pengakuan dari pihak otoritas , baik dalam negeri maupun luar negeri.
Penguasaan teknologi dan pengakuan dunia telah membuat peran PTDI dalam pembangunan nasional sangat terasa dengan diproduksi dan dipasarkannya produk-produk dan jasa pesawat terbang ke pasar global. Ini menghasilkan devisa dan pajak bagi negara.
PTDI juga menghasilkan SDM kedirgantaraan profesional yang berdampak positif pada industri lainnya.
PTDI juga secara nyata telah memberi kontribusi pada kebutuhan alat utama sistem persenjataan (alutsista) Kementerian Pertahanan Republik Indonesia.
PTDI masih terus memproduksi pesawat CN235 sebagai produk unggulan, di samping NC212 dan helikopter (Superpuma dan Bell 412), dan membangun produk terbaru N-219 yang berkapasitas 19 orang penumpang yang dirancang untuk melayani kebutuhan penerbangan perintis.
Untuk meningkatkan prospek bisnisnya, PTDI bekerjasama dengan Airbus Military untuk memproduksi dan memasarkan C295 di Asia Pasifik.
Pesawat ini basisnya adalah CN-235 sehingga pengerjaannya tidak mmemerlukan upaya lebih.
amun menginjak umur 36 tahun, PTDI boleh disebut belum mampu berdiri tegak karena dibelik banyaknya persoalan.
Berawal dari krissis moneter yang menimpa Indonesia pada 1997, dilanjutkan dengan Letter of Intent (LoI) pemerintah Indonesia dan IMF pada 1998, membuat Indonesia salah satunya tidak boleh lagi berdagang pesawat sehingga pemerintah tidak boleh lagi mengucurkan dana kepada PTDI yang saat itu bernama PT IPTN).
Padahal saat itu PTDI telah menerima order milyaran dolar AS untuk produksi pesawat N250.
Sejumlah teknologi dan peralatan sudah didatangkan, semua siap memproduksi N250 (pesawat hasil rancang bangun karyawan-karyawati PTDI), bahkan prototipe N250 juga sudah dibuat dua buah dan diterbangkan, siap jual serta tinggal menunggu proses sertifikasi saja.
PTDI juga telah merekrut karyawan begitu banyak sehingga total karyawan menjadi 17.000 karyawan. Ini total karyawan yang pantas untuk sebuah perusahaan dirgantara yang memang padat SDM. Sebagai perbandingan, Boeing memiliki personil sangat besar, 150.000 orang.
Namun kesepakatan dengan IMF itu menghancurkan mimpi. Proyek N250 batal, sementara perusahaan harus memikirkan cara menghidupi karyawan yang terlanjur direkrut itu.
Akibatnya manajemen PTDI menawarkaan pensiun atas permintaan sendiri (APS).
Priode 1999 - 2001, PTDI berusaha bangkit dengan mengembangkan unit-unit bisnis, agar perusahaan tetap menjalankan roda bisnisnya. Pada priode ini, PTDI sempat menikmati keuntungan usaha.
Namun kemudian kian besarnya demonstrasi membuat kinerja PTDI merosot drastis, dan citra pun terkikis.
Pada 2003, manajemen PTDI memutuskan mengambil upaya penyelamatan dengan merumahkan seluruh karyawan, kecuali sebagian kecil yang benar-benar dibutuhkan.
Beberapa bulan kemudian karyawan dipanggil untuk bekerja kembali namun melalui saringan ujian tes tulis dan tes kompetensi.
Tahun 2004), sebanyak 6.561 karyawan di-PHK.
Berkurangnya karyawan, tidak membuat perusahaan menjadi efisien dan efektif. Hal tragis terjadi pada September 2007 ketika PTDI dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga Jakarta. Namun Desember tahun itu juga, statud pailit itu dicabut. Akal sehat bangsa ini ternyata masih logis.
Pada 2008 - 2009, PTDI berusaha bangkit kembali. Penjualan senilai Rp 557 milyar pun diraup.
Hingga 2010, nilai penjualan PTDI meningkat kurang lebih Rp 1 trilyun. Tapi PTDI sejatinya masih merugi. Keuntungan yang didapat belum bisa menutupi pengeluaran.
Sampai akhir 2011, jikaa tidak didukung dana talangan pemerintah, PTDI diprediksi mengalami defisit arus kas senilai Rp 675 milyar akibat beberapa faktor seperti kesulitan likuiditas untuk membiayai pekerjaan yang sudah terkontrak dan tekanan beban operasional.
Itulah, serentetan masalah yang dialami PTDI dalam masa surut demi mempertahankan diri sebagai industri kebanggaan Indonesia tercinta ini.
Bangun kembali
Hingar bingar PTDI terdengar sampai ke wilayah terpencil. Demontrasi eks karyawan PTDI untuk menjatuhkan perusahaan selalu menjadi headline suratkabar-suratkabar terkemuka.
Begitu juga kerasnya suara beberapa wakil rakyat yang menginginkan PTDI dibubarkan karena terus merugi.
Namun semua itu mampu dilalui PTDI dengan penuh sabar dan kerja keras. Semua usaha yang dapat menghasilkan duit telah dilakukan.
Hasilnya, PTDI bangkit kembali. Masa sulit telah dilewati.
Pemerintah juga mulai serius melihat PTDI dengan menunjuk PT. PPA (Perusahaan Pengelola Aset) untuk merestrukturisasi dan merevitalisasi PTDI.
Sayap bisnis kembali mengepak untuk terbang membawa PTDI menjadi perusahaan yang sehat dan stabil.
Di balik gerakan bangun kembali ini, berdiri kokoh jajaran manajemen puncak, menengah dan bawah dengan idealisme tinggi membangun PTDI.
Sambil menunggu turunnya dana program restrukturisasi dan revitalisasin sekitar Rp2 trilyun --tahap pertama Rp1 trilyun pada 2012 dan sisanya tahun 2013-- beberapa pekerjaan tuntas dikerjakan.
Menunjukkan kemajuan
Pada periode ini PTDI diam-diam mencatat satu demi satu keberhasilan bisnis, diantaranya mengirimkan 2000 komponen Airbus A320/A321, pesanan empat unit pesawat intai maritime canggih CN235 Korean Coast Guard, mengirimkan tailboom MK II EC725 / EC225 ke EuroCopter dan kontrak kerjasama dengan Airbus untuk pembuatan sembilan unit pesawat transportasi militer C295 untuk TNI AU.
Catatan istimewa, sejak 2011 PTDI telah disertakan dalam pekerjaaan rancang bangun oleh Airbus Industries dalam proyek pesawat komersil berbadan lebar untuk masa depan, Airbus A350.
Juli lalu, PTDI bersinergi dengan PT Merpati Nusantara (Persero) untuk pembuatan 20 unit pesawat NC212-400.
Sebelumnya, PTDI menandatangani nota kesepahaman pembelian 20 unit N219 dengan PT NBA yang meski menghasilkan pesawat kelas kecil tetapi punya arti strategis, baik bagi kepentingan negara 17.000 pulau ini, maupun bagi PTDI.
Catatan istimewa lain dalah kesertaan PTDI sebagai pembuat tunggal komponen penting sayap A380, pesawat komersil bertingkat dua dan terbesar dunia sekarang ini.
Catatan keberhasilan ini berlanjut dengan dipesannya tujuh unit helikopter NBell 412 versi militer di mana dua unit sudah bertugas untuk TNI AD dan satu lainnya oleh TNI AL.
Juga, kerjasama jangka panjang untuk membangun pusat unggul bidang pertahanan dan dirgantara bersama NSI (Nusantara Secom Interface) dan Dessault Systems Perancis, kontrak pembelian tiga unit CN235 oleh TNI AL, CN235 MPA yang telah diserahterimakan kepada TNI AU dan penyerahan CN235-220 AT VIP ke Senegal Air Force, kerjasama dengan Iberia Maintenance Spanyol dalam bidang perawatan, pemeliharaan dan operasi serta pekerjaan-pekerjaan komponen pesanan Boeing untuk B777 and B787.
Last but not least, langkah besar sampai puluhan tahun ke depan ini berpijak pada fondasi-fondasi yang dibangun PTDI berupa program pesawat temput supercanggih masa depan yang sementara ini dinamai KF-X. Pesawat ini berkelas jauh di atas F-16 bahkan Sukhoi-30.
Selain itu mengirimkan personil-personil dan kader ke Korea Selatan, mendirikan pusat rancang bangun KF-X di Bandung yang berhubungan instan dengan gedung pusat KF-X di Daejon, Korea Selatan.
Semoga ini menunjukkan PTDI mampu membuktikan sebagai salah satu industri strategis yang benar-benar andalan bangsa, khususnya dalam penyediaan alut sista dirgantara.
Semua upaya ini tercepai berkat perhatian dan dukungan penuh pemerintah, kerja keras dan dedikasi ikhlas seluruh jajaran PTDI.
Dirgahayu 36 tahun PTDI
(*) Departemen Komunikasi PTDI
(Antara)